Hukum Ekonomi
Forum :
Contoh Kasus :
Menurut saya penting untuk mempelajari
hukum ekonomi, karena untuk menjadi petunjuk untuk melaksanakan segala
kegiatan atau aktivitasnya yang menyangkut perekonomian. Karena dengan
mempelajari hukum perekonomian kita mendapatkan wawasan dan melatih ketajaman
intelektual tentang hubungan antara hukum dengan ekonomi, peran dan fungsi
hukum dalam menunjang sistem dan struktur perekonomian nasional suatu negara,
latar belakang dan sejarah hukum ekonomi, konsepsi hukum ekonomi Indonesia yang
terdiri dari asas, kaidah, pranata dan lembaga-lembaga hukum ekonomi. Misalnya,
aspek hukum ekonomi dari subsidi, tarif, proteksi ekonomi, dan lain-lain serta
mendapatkan pemahaman tentang aspek-aspek ilmu ekonomi yang relevan bagi kajian
hukum, terutama yang mengandung persinggungan antara ilmu hukum dan ilmu
ekonomi dan dapat memahami segala aspek hukum yang berkaitan dengan kegiatan
perniagaan/perdagangan.serta sejarah hukum dagang dan perkembangannya.
Contoh Kasus :
Pembobolan
Dana Nasabah Citilink
https://anteroaceh.com/files/cache/wp-maling-dirumah-images-600x315.jpg
Kasus
pembobolan dana nasbah Citibank senilai Rp40 miliar oleh Inong Malinda alias
Melinda Dee yang menjabat Relationship Manager Citigold di bank tersebut
merupakan salah satu kasus hukum paling banyak menyita perhatian masyarakat di
tahun 2011. Selain nilai kejahatannya yang cukup fantastis, kasus ini merembet
ke masalah privat karena gaya hidup mewah Melinda bersama suaminya Andhika
Gumilang.
Tengok saja
koleksi mobil mewahnya seperti Hummer, Mercedes Benz dan Ferrari yang harganya
di atas Rp1 miliar. Latar belakang Andhika yang pernah menjadi artis juga turut
menarik perhatian seluruh media infotainment. Dan yang tak kalah menghebohkan
adalah operasi pembesaran payudara yang dilakukan Melinda dibahas media dengan
meminta tanggapan dokter bedah plastik hingga nyaris menenggelamkan substansi
kasusnya. Payudaranya juga menjadi bahan olok-olok di berbagai jejaring sosial.
Pembobolan
simpanan nasabah kakap oleh Melinda selama kurang lebih tiga tahun berakhir 23
Maret 2011 setelah delapan penyidik dari Direktorat Ekonomi dan Khusus Badan
Reserse Kriminal Markas Besar Polri menangkap Melinda di apartemennya di
kawasan SCBD, Jakarta Selatan. Tim dari Mabes Polri bergerak setelah mendapat
laporan pihak Citibank pada bulan Januari. Dalam keterangan saksi di pengadilan
terlihat modus yang digunakan Melinda, yakni dengan menyalahgunakan kepercayaan
para nasabah kakap terhadap dirinya. Oleh Melinda, nasabah-nasabah kaya dan
sibuk itu disodori blanko kosong untuk ditandatangani agar memudahkan
transaksi. Namun ternyata Melinda mencuri uang tersebut sedikit-demi sedikit
tanpa disadari pemilik rekening melalui persekongkolan jahat dengan bawahannya,
Dwi Herawati, Novianty Iriane dan Betharia Panjaitan selaku Head Teller
Citibank.
Jaksa
Penuntut Umum mendakwa Melinda melakukan penggelapan dan pencucian uang dalam
kurun waktu 22 Januari 2007 hingga 7 Februari 2011 melalui 117 transaksi,
dimana 64 transaksi di antaranya dalam bentuk pecahan rupiah senilai Rp27,36
miliar dan 53 transaksi senilai 2,08 juta dolar AS.
Bagaimana Melinda beroperasi selama itu?
Guna meraih kepercayaan nasabah, wanita 47
tahun tersebut terlebih dahulu memperlakukan mereka secara istimewa, misalnya
dengan melayani di ruang khusus di kantor Citibank. Perlakuan ini tidak hanya
diberikannya dalam waktu singkat, tetapi hingga puluhan tahun sampai
nasabahsangatpercaya.
Dari sini,
Melinda secara cermat menelisik pola transaksi nasabah yang bersangkutan,
kemudian mengajukan blanko kosong untuk ditanda tangani. Blanko inilah yang dia
gunakanan untuk menarik dana dengan memerintahkan Dwi mentransfer uang ke
beberapa perusahaan miliknya. Melinda juga menggunakan surat kuasa dari
nasabah, sehingga nasabah seolah-olah datang ke Bank untuk melakukan transaksi.
Untuk
mengaburkan bukti kejahatan, Melinda membuat perusahaan pribadinya yang dialiri
dana nasabah Citibank atas nama orang lain. Pada akhirnya, duit inilah yang
digunakannya, antara lain untuk menyicil angsuran mobil super mewah seperti
Ferrari. Tengok saja kesaksian Rohly Pateni, salah satu nasabah yang menjadi
korban Melinda. Dia mengaku sangat percaya kepada Melinda karena sudah 18 tahun
menjadi nasabah Citibank dan ditangani Melinda. Dia jarang mengecek rekeningnya
karena sibuk bekerja.
Berdasarkan
kesaksian mantan Citigold Executive Head di Citibank Landmark, Reniwati Hamid,
Melinda mengalirkan dana nasabah ke empat perusahaan miliknya yaitu, PT
Sarwahita Global Manajemen, PT Porta Axell Amitee, PT Qadeera Agilo Resources,
dan PT Axcomm Infoteco Centro. Reniwati sendiri menjabat sebagai Direktur Utma
di empat perusahaan yang didirikannya bersama Melinda, Roy Sanggilawang, dan
Gesang Timora tersebut.
Dari keempat
perusahaan ini, Melinda kembali menarik uang untuk kepentingan pribadinya,
Andhika maupun adiknya, Visca Lovitasari serta suami Visca, Ismail bin Janim.
Andhika menampung uang curian itu dengan membuka banyak rekening dengan
identitas berbeda karena menggunakan KTP palsu. Dia juga diseret ke muka
pengadilan dengan tuduhan melakukan tindak pidana pencucian uang dengan
menerima dan menampung uang yang diduga hasil tindak pidana istri sirinya. Andhika
didakwa melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a, b, d, f UU Tindak Pidana Pencucian
Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan Pasal 5 ayat (1) UU Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan
Pasal 263 Ayat (2) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Adapun Visca
ditetapkan diadili setelah menampung dana dari Melinda senilai lebih dari
Rp8miliar, dalam kurun waktu 24 Januari 2007 sampai tanggal 19 Oktober 2010.
Tahap pertama Melinda menyetor sebesar Rp2.063.723.000. Lalu, Malinda mengirim
lagi Rp.5.429.199.000 dan selanjutnya Rp66juta, dan terakhir Rp401.480.000.
Jaksa mengatakan, dari tiap transaksi itu, Visca mendapat imbalan sebesar Rp5
juta. Sedangkan suaminya, Ismail yang juga diadili didakwa menampung uang dari
Melinda sekira Rp20,4 miliar sejak bulan Januari 2010 hingga Oktober 2010 dalam
51 kali transaksi.
Sementara
itu, jaksa menjerat Melinda dengan pasal berlapis, yaitu pasal dalam
Undang-Undang Perbankan dan pasal Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Pertama, dia dijerat Pasal 49 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
juncto Pasal 55 ayat 1 dan pasal 65 KUHP. Kedua, Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No 25 Tahun 2003
tentang Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 KUHP. Ketiga, Pasal 3
Undang-Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP. Ancamannya adalah 15 tahun
penjara.
Fakta lain
yang cukup menarik adalah keterlibatan Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan
Nasional (Lemhannas) Marsekal Madya TNI Rio Mendung Thalieb. Dia menjadi
Komisaris Utama PT Sarwahita Group Managemen, namun mengaku tak melakukan
bisnis dalam perusahaan tersebut. Tidak jelas apakah pengakuan ini benar atau
tidak karena tidak pernah ada pemeriksaan terhadap yang bersangkutan. Yang
juga tak terungkap dari kasus tersebut adalah identitas dan latar belakang
nasabah yang ditangani Melinda yang kabarnya mencapai puluhan orang. Sebab,
yang melapor ke polisi cuma tiga orang. Semula, banyak pihak berharap seluruh
nasabahnya melapor sehingga di sisi lain juga bisa ditelisik apakah ada di
antaranya pejabat negara sekaligus mencari tahu darimana sumber uang
itu. Selain menjerat Melinda, Andhika, Visca, dan Ismail, polisi juga
menyeret rekan kerja Melinda yakni Reniwati Hamid, RJ selaku Cash Official
Manajer atau atasan teller, dan SW selaku Cash Supervisor Manager. Mereka
menyusul Dwi Herawati binti Harno Wijoyo, Novianty Iriane binti Emon, dan
Betharia Panjaitan yang lebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka dan tengah
menjalani persidangan dengan tuduhan turut membantu perbuatan Melinda.
Kasus ini
masih akan berlanjut di tahun 2012 karena semua terdakwa masih menjalani
persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Belum satu pun dari mereka
yang dijatuhi vonis oleh hakim. Proses persidangan bisa saja berlanjut hingga
beberapa tahun ke depan jika persidangan berlanjut ke tingkat Mahkamah Agung.
Sumber :
Comments
Post a Comment